Sunday, May 10, 2015

Kereta Mati

Lampu tiba-tiba mati, udara didalam lama kelamaan semakin panas. “Ah, kenapa dimatiin sih? Kan mau berangkat”, pikir gue. Gak lama kemudian ada pengumuman dari station announcer, “Mohon maaf atas keterlambatan, perjalanan kereta Duri-Tangerang saat ini terhenti karena listrik aliran atas padam.”. Dan banyak penumpang yang lain mengeluhkan kejadian ini. Satu persatu penumpang turun dari kereta dan duduk-duduk di peron untuk mendapatkan udara segar. Ya, didalam gerbong kereta ini cukup panas karena AC yang tidak menyala. Disaat yang lain berkeluh kesah tentang kejadian ini, gue masih didalam gerbong tetap diam, cuek, dan mencoba tidak akan mengeluh. Masih menggenggam handphone untuk sekedar menghilangkan penat dengan mendengarkan lagu dan membaca beberapa artikel berita terbatu dari sebuah portal berita teknologi. Sementara itu, kereta dijalur 1 dan 2 masih datang dan pergi, tak hanya itu, kereta-kereta itu juga menurunkan calon-calon penumpang yang ingin transit dan beralih ke kereta tujuan Tangerang yang ada dijalur 3, iya, itu “kereta mati” yang lagi gue tumpangi. Penumpang semakin banyak yang masuk, tetapi mereka tetap di peron karena permohonan maaf yang diberikan oleh station announcer, untuk menghindari sesak dan panas pikir mereka. Earphone sebelah kiri pun gue lepas dari telinga, untuk mendengarkan informasi terbaru dari station announcer  tentang “kereta mati” ini. Masinis yang menggunakan seragam lengkap, dengan beberapa patch di kemeja putih yang ia pakai, dengan tinggi yang ideal masih terlihat mondar-mandir untuk mencoba memperbaiki dan menjalankan kereta. Commuter Line ini emang sangat bergantung dengan kabel-kabel bermuatan listrik yang ada diatasnya. Gue sempat berpikir, “Kenapa gak ditarik aja ya sama kereta penolong?”. Kereta penolong bukan kereta listrik sepertiCommuter Line, kereta tersebut sama seperti kereta-kereta untuk perjalanan jauh, jadi masih bisa beroperasi walaupun listrik aliran atas itu mati. Penumpang yang berada di peron entah kenapa jadi berlarian masuk. Begitu banyaknya calon penumpang yang berebutan untuk masuk itu cukup membuat gue kaget. Salah satu bapak berkata, “Percobaan doang, belum tentu jalan.”.
Photo source : http://www.lowkerr.com/wp-content/uploads/2014/12/kereta-api-commuter-line.jpg
Pintu kereta mulai buka-tutup, lampu hanya satu yang menyala. “Ah, gak bakal jalan.”, pikir gue. Karena “percobaan” tadi, gerbong kereta yang tadinya lega untuk gue berdiri, jadi sempit dan sesak. Kaca kereta yang gue tumpangi ini gak bisa dibuka, hanya beberapa, itu juga berada diujung gerbong. Gue berdiri didepan pintu sebelah kanan dari arah datangnya kereta. Sering menggunakan kereta sebagai transportasi ini buat gue tau dimana spot yang enak buat berdiri. Karena gue masih muda, gue jarang banget duduk didalam kereta yang lagi ramai oleh penumpang. Kadang, jika gue udah dapet tempat duduk, pasti gue bakal berdiri lagi untuk memberikan tempat duduk itu kepada ibu-ibu, iya, prioritas tempat duduk gue adalah untuk ibu-ibu. Hahaha. Kebetulan hari itu adalah hari Sabtu, kereta didominasi oleh ibu-ibu yang pulang setelah asik berbelanja di Tanah Abang, pusat grosir di Jakarta. Masih belum terlihat tanda-tanda kereta ini akan jalan. Gue pasrah, sabar buat nunggu aja walaupun tau ini bakal lama. Udah sekitar 1 jam lebih kereta masih di stasiun Duri ini, belum beranjak sama sekali.
Gak lama kemudian, percobaan ini berhasil. Kereta mulai jalan dengan perlahan, sempat mati kembali saat baru jalan beberapa detik. Hahaha. Sebelumnya, banyak bapak-bapak mulai meneriakan keluh kesahnya, “Dorong aja, dorong rame-rame..”. Gue ngebayangin kalo kereta ini didorong rame-rame, mau bakal gimana nantinya. Hahaha. Didalam masih cukup panas, dengan berpuluh-puluh orang disatu gerbong dan AC yang tidak berfungsi sepenuhnya. Pesing! Yap, itu stasiun pertama yang kereta ini singgahi. “Gak usah berhenti di setiap stasiun, langsung aja ke Tangerang biar gak mati lagi.”, gurauan dari seorang bapak yang tidak jauh berada didepan gue. Perkataan bapak itu gak sepenuhnya salah, saat kereta ini berhenti di st. Pesing, kereta ini pun tak langsung jalan dengan semestinya. “MATI LAGI?!”, pikir gue. Pikiran-pikiran penyesalan pun muncul dikepala, “Harusnya tadi bawa motor aja, pasti udah sampe dirumah nih dan blablablablablabla.”. Beberapa menit berlalu, penumpang banyak yang sudah diluar kereta untuk mendapatkan udara segar. Sebelumnya, pintu kereta ini dalam kondisi yang tertutup sebelum salah satu penumpang membuka manual pintu yang berada didekat gue dengan tuas yang sudah disediakan didinding gerbong setelah mendapatkan persetujuan dari penumpang lain. Kalo gue? Gue masih asik lipsync-ing lagu-lagu yang gue dengerin. Hahaha. Cuek, harus tetep cuek, biar gak ada pikiran negatif masuk kedalam pikiran, coba nerima aja. Hahaha. Lagi, penumpang lain pun berebutan masuk, lalu kereta jalan kembali. Masih dengan kecepatan yang perlahan dan AC tidak berfungsi dengan sepenuhnya. Lalu, kejadian yang sama terulang kembali distasiun berikutnya, tetapi tidak begitu lama.
Setelah melewati st. Rawa Buaya, lampu disetiap gerbong kembali mati, dan tidak terdengar suara dengungan AC, kereta ini seperti mati kembali dalam kondisi jalan, entah mati atau memang masih jalan. “Waduh, mati lagi pas jalan gini, bakal sampe ke st. Kali Deres gak ya?”, seorang bapak khawatir dengan kondisi ini. Kereta berjalan dengan kecepatan yang semakin perlahan, entah sudah dekat atau jauh st. Kali Deres, dan entah bagaimana juga jika kereta ini mati sebelum masuk stasiun. Khawatir, iya, banyak yang khawatir. Karena bila mati ditengah jalan dan tidak sampai stasiun, pintu kereta mungkin tidak akan dibuka, karena tidak ada peron disisi rel seperti yang ada di stasiun pada umumnya, jarak pintu kereta dengan tanah sangat tinggi, sangat beresiko. Melihat keluar lewat jendela, gue pun mulai menghitung-hitung, apakah sampai ke stasiun atau engga. Dan ternyata sampai! Kereta mulai menggunakan rem di stasiun untuk berhenti. Untungnya masinis itu engga menggunakan rem sebelum sampai stasiun. Haha. Kereta lagi-lagi berhenti. “Makanya bayar listrik.”, ucap bapak yang ada diluar kereta. Banyak ucapan kekecewaan yang lucu yang dilontarkan oleh bapak-bapak. Hahaha. Gue masih cuek, dan melihat keasikan dari kejadian ini. Ucapan kekecewaan dan jokes yang dibuat penumpang lain itu cukup membuat gue tertawa kecil. Gue juga masih inget jokes ketika pintu kereta macet dan tidak tertutup dengan baik, “Wah, itu batu bacan bikin macet pintu aja tuh.”, ada beberapa penumpang lain tertawa, mungkin jokes itu mengarah kepada seorang bapak yang berdiri didekat pintu sebelah kiri dengan dua plastik batu yang iya bawa, tetapi ia tidak sedikit pun tersindir, ia juga ikut tertawa. Hahaha

“Kalo listrik udah nyala, pasti kabelnya engga meregang kebawah gini.”, ucap seseorang. Ya, pas gue liat keluar, memang kabel yang merupakan sumber listrik itu meregang. Gue jadi tau sekarang, nambah pengetahuan dikit? Hahaha. Lama, cukup lama “kereta mati” ini berhenti di st. Kali Deres. Beberapa penumpang ada yang turun dan beralih untuk mengganti transportasi lain, angkutan umum. Mungkin karena tempat tujuan mereka tidak jauh dengan stasiun, makanya mereka milih transportasi lain. Tapi gue engga, masih berdiri manis didepan pintu dengan bahu yang pegal karena membawa tas berisikan laptop dan beberapa perangkatnya. Masinis kembali mondar-mandir. Dan beberapa saat kemudian, masinis menyerukan untuk menutup pintu dengan tuas yang ada di masing-masing gerbong, “Kereta gak bisa jalan kalo pintu masih kebuka, jadi putar jadi locked dulu tuasnya.”. Pintu tertutup, lampu menyala kembali, AC? Ah sudahlah, gak usah mikirin AC, yang penting cepet sampe Tangerang aja. Haha. Kereta akhirnya jalan! Dan disisa stasiun berikutnya, kereta tidak mengalami masalah lagi hingga stasiun akhir, stasiun Tangerang. Yeeeeyyy!!!